Sabtu, 22 September 2012

BOIKOT GOOGLE DAN YOUTUBE (PENOLAKAN)



Beberapa hari ini rame dengan berita tentang orang muslim di dunia akan (ada yang bilang) memboikot, blokir sampai menghapus Google dan Youtube dari kehidupan di dunia maya. Tapi apakah itu terjadi karena hal yang sangat terekspose dan hal yang tidak terekspose tidak perlu ada tindakan? Seperti misalnya penghinaan nama Tuhan Allah yang diubah seenaknya menjadi awwwohhh, awulohhh, awuohhh dll. Juga ada tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam untuk saling menghagai dan cinta damai seperti ormas-ormas umumnya. Apakah itu tidak perlu ada tindakan? Apa cuma cari muka menuntut semua hal yang sedang terekspose tersebut. Menurut saya berpikir positif lebih berarti daripada melakukan orasi yang jelas buang-buang biaya dan waktu. Toh semua ada prosedurnya dan dianggap melanggar hukum bila menyalahi prosedur yang berlaku. Ingat, cari kerja susah, sekolah gak murah dan biaya hidip makin tidak terjamah.

Komentar terhadap boikot Google dan Youtube karena tak mau menghapus video Innocence of Muslim. Kita tak mau Google dan Youtube jadi lembaga sensor swasta.

Mendorong Google dan Youtube jadi lembaga sensor swasta artinya melanggar hak pengguna untuk dapat konten yang diinginkan.

Saya pengguna yang bisa berpikir yang tidak begitu saja terpengaruh konten yang saya baca dan tonton. Saya bisa menimbang yang baik dan buruk.

Sebagai pengguna Google dan Youtube saya berhak menemukan konten yang saya cari dan melihat video yang ingin saya lihat.

Sebagai pengguna Google dan Youtube saya berhak mendapat konten yang murni, yang tidak diintervensi oleh intermediaries.

Saya bukan bela Google dan Youtube, tapi sebagai pengguna saya menolak Google dan Youtube jadi lembaga sensor swasta.

Kalau Google dan Youtube meremove IOM tanpa prosedur, pasti akan digugat AS oleh kelompok seperti ACLU dan lain-lain, dan akhirnya dibuka juga.

Sebagai jalan tengah untuk atasi prosedur pengadilan yang rumit, pemblokiran bisa melalui court injunction (penetapan sementara pengadilan).

Itu tetap lebih baik dibanding menjadikan search engine dan user-generate content websites jadi lembaga sensor swasta. Mereka tak berwenang.

Memamg sulit, karena satu URL diblokir akan muncul URL baru, sementara permohonan ke pengadilan butuh prosedur.

ISP hanya boleh memblokir daftar URL yang ada dalam surat perintah blokir dari pengadilan, harus disebut jelas URL-nya.

Ini berarti ISP jadi polisi konten, lagi-lagi netralitas internet dilanggar dan lahirlah private censorship.

Pengadilan tak bisa membuat perintah yang isinya agar ISP memblokir semua URL yang mengarah ke IOM, tapi harus jelas nyebutkan URLnya.

Karena kalau perintah pengadilan hanya bunyi "semua URL", berarti memberikan wewenang ISP untuk menilai suatu URL yang melanggar.

Padahal yang namanya perintah pengadilan hanya berlaku untuk satu URL tertentu agar ada kepastian hukum, jadi tiap ada URL baru ajukan yang baru.

Seperti loper koran, kita tak bisa melarang loper koran jual koran yang isinya menjelek-jelekkan orang atau melanggar hukum.

Jika Google dan Youtube bertanggungjawab untuk blokir, dia jadi lembaga sensor swasta (private censorship). Sensor negara aja dulu kita tolak.

IOM tetap jadi tanggungjawab pembuat konten, juga pengunggah, tapi bukan tanggungjawab intermediaries, temasuk search engine.

Saya bukan dukung film IOM, tapi saya memperjuangkan net neutrality, karena itu pondasi kebebasan internet.

Apa berarti intermediaries seperti Google dan Youtube sama sekali tak boleh blokir atau hapus konten?

Boleh, dan wajib, asal berdasarkan perintah pengadilan (court injunction) bukan karena tekanan publik atau pemerintah.

Karena putusan pengadilan hanya berlaku tingkat nasional, silakan ajukan permohonan ke pengadilan di negara masing-masing.

Bukan menkominfo, bukan pula publik yang berhak memutuskan suatu konten melanggar hukum dan diblokir, tapi pengadilan.

Memboikot Google dan Youtube karena tak mau blokir IOM secara global sama artinya kita memaksa lahirnya "private censorship".

Karena konten IOM diupload dari AS dan server Youtube ada di AS, Youtube hanya mau hapus atas dasar perintah pengadilan AS.

Kaum muslim Indonesia bisa minta pengadilan Indonesia agar mengeluarkan perintah kepada semua ISP memblokir URL (bukan domain) IOM.

Tapi blokir URL tak efektif, karena satu URL diblokir bisa diupload lagi atau bisa dibuatkan mirror.

Ada boikot terhadap Google dan Youtube gara-gara gak mau blokir film Innocence of Muslims. Saya nolak boikot.

Saya bukan bela Google dan Youtube, tapi sebagai pengguna saya menolak Google dan Youtube jadi lembaga sensor swasta.

Mendorong Google dan Youtube jadi lembaga sensor swasta artinya melanggar hak pengguna untuk dapat konten yang diinginkan.

Kalau pemerintah Indonesia dan negara-negara Islam mau blok film itu silakan, tapi kalau suruh memblokir secara global nanti dulu.

Dengan blokir global, berarti film itu tak bisa diakses di semua negara. Sementara di beberapa negara film itu tidak melanggar hukum.

Yang lebih parah, permintaan agar Google dan Youtube blokir IOM berarti menjadikan search engine dan situs video sharing jd lembaga sensor.

Sebagai search engine dan user-generated content website, dia harus bersikap netral terhadap semua konten.

Kalau Youtube jadi lembaga sensor, maka dia tak adil terhadap para user. Youtube berprinsip "resiko ditanggung penumpang".

Search engine dan user-generated content website dikenal sebagai "common carrier", mereka dituntut harus bisa netral terhadap konten.

Tapi karena hukum setiap negara beda-beda, boleh aja Indonesia memblokir URL film itu, tapi tak blokir domain Google atau Youtube.

Konsumen berhak aja boikot Google atau Youtube, tapi menurut saya itu sikap yang tidak pas.

Youtube dan Google itu "common carier", mereka tak bisa dibebani tanggungjawab terhadap triliunan konten.

Ibarat angkutan umum, tak boleh kita meminta sopir melarang copet naik. Itu bukan tanggungjawab sopir.

Seperti tukang pos, kita tak bisa memaksa tukan pos menolak mengantar surat yang isinya melanggar hukum.

Seperti loper koran, kita tidak bisa melarang loper koran jual koran yang isinya menjelek-jelekkan orang atau melanggar hukum.

Saya pengguna yang bisa berpikir, yang tidak begitu saja terpengaruh konten yang saya baca dan tonton. Saya bisa menimbang yang baik dan buruk.

MegiMargi Chirpstory - Menolak Boikot Google Dan Youtube


2 komentar:

  1. Ali Share Science22 September, 2012 23:33

    Waw . .

    BalasHapus
  2. betul sekali mas bro :) ,,pandai pandai lah kita yang menyensor hal hal yang buruk,,,

    http://10ribu.jadimilyarder.com/?id=suhendar36

    BalasHapus