Senin, 13 Agustus 2012

LOLITA



Kau memilih meja yang sama. Aku mendorong kursi yang menghadap Lawu, kau menarik kursi yang menatap Merbabu. Tapi, matamu berkawan dengan lelaki itu. Kita baru bersipandang setelah lambaian lawan bicaramu menghilang ke balik dinding kafe. Kutemukan sisa senyummu yang tersipu.

”Oh, maaf.”

”Tak soal. Silakan.”

”Anda menanti seseorang?”

”Ya. Anda,” jawabku.

Pasti kau setengah terkejut. Tanganmu menjurus ke dada, matamu terbelalak, dan sunggingan bibir itu menggenapi kecantikanmu. Tak ada kata-kata darimu sampai aku mengangguk dan berucap,”Ya. Anda.” Lalu, kujulurkan telapak tangan seraya menyebutkan nama,”Bisik. Saya Bisik Angin Mahameru.”

”Apakah kita pernah bertemu?” tanyamu.

”Saya nyaris tiap hari ke Slice Cafe. Tapi, baru kali ini saya lihat Anda datang.”

”Lantas, bagaimana Anda bisa menunggu orang yang tak Anda kenal?” kau akhirnya duduk.

”Kue-kue di kafe ini yang membisiki saya. Kata mereka, senja ini akan datang seorang bidadari.”

”Kue-kue?”

”Ya. Anda datang karena Blueberry Cheesecake di sini paling enak di kota ini, bukan?” tebakku,”Bisikan kue-kue itu juga yang pasti membujuk Anda.”

Kau menjawab dengan mengangkat pundak dan kedua tangan. Lega aku melihatmu tersenyum lebar. Barangkali kau ingin berkata, ”Dasar laki-laki!” Tapi, memang begitulah kue. Kelezatannya selalu memiliki cara ajaib mengundang lidah para petualang. Sebab, kuelah yang menguasai mulut, bukan sebaliknya.

Kue memang dari Barat dan kita dari Timur. Tapi, ketika makin banyak orang Barat menoleh ke Timur, makin banyak pula orang Timur yang kebarat-baratan. Dan, kelezatan selalu di tengah. Semua orang dari semua penjuru, tidak Timur tidak Barat, menuju pusat yang sama. Dan, sore ini kita bertemu di sini.

”Aku Caramel Macchiato. Kau? Oya, kau...”

”Aku Nayara. Ehm, aku Cappuccino saja.”

Kau lebih pantas bernama Lolita, parasmu ayu menyenangkan seperti gulali yang disukai anak-anak. Senyummu juga tak habis-habis. Semoga saja lelaki yang sempat bersamamu tadi bukan siapa-siapa. Aku tak ingin merasa berdosa karena mendekatimu lebih jauh. Semoga kue-kue di kafe ini menjodohkan kita.

**

Seketika, barisan gigi cemerlangmu berubah kotor, dari putih ke cokelat. Krim keju yang melebur ke sekujur kue kini melumuri bibir merahmu. Tanpa malu, kau usap bulir selai yang mengaliri dagu. Rasa manis, asin, dan asam pasti sedang berduel seru. Kau keliru, seharusnya kau tadi memesan kopi pahit.

”Bagaimana?”

”Hm, yummii...”

”Seharusnya kopi pahit.”

Kau tak menanggapiku, tapi asyik menjilati jari-jemarimu yang belepotan kue. Kau juga menampik butir biji kopi dariku. Padahal, dengan menguyahnya, sebiji saja, lidah akan kembali tawar dan kita bisa meneruskan petualangan. ”Sebentar dong. Aku tak mau kue ini cepat pergi dari lidahku,” ujarmu.

Aku tergelak. Lolita, Lolita, kau terlambat ya mengenal kue? Ini, masih ada Tiramisu. Kalau kita tak cepat-cepat menghabiskannya, kelezatan kue ini akan lumer. Lagipula, petang ini suasana tidak asyik lagi buat kita. Lihatlah, mulai banyak anak-anak di kafe ini. Entah dari mana mereka datang. Tumben benar.

Rasanya kita perlu beranjak pergi, barangkali ke bioskop. Tiba-tiba, aku ingin mengajakmu menonton Johnny Depp, ini hari libur yang tepat untuk film Public Enemies.

Lihat, mereka mulai memasang balon-balon di tiap sudut. Kudengar dari bisikan kue-kue, sebentar lagi kafe kelewat ramai. Ayolah, kita pergi saja!

”Lalu, Tiramisu ini?”

”Sambil jalan saja. Aku bawa mobil kok.”

”Tapi, ini pertemuan pertama kita.”

”Tak soal. Aku tidak menyebalkan, bukan?”

”Bukan itu. Harus diatur dulu waktunya, tidak bisa mendadak begini.”

”Ada acara lain? Kau menanti seseorang?”

Lagi-lagi kau tak menjawabku, kali ini cepat-cepat kau usap bibir dan jemarimu dengan selembar tisu. Belum lagi paham apa yang terjadi, terhenyak aku melihatmu beranjak dari kursi dan membalikkan badan. Oh, rupanya matamu menangkap kehadiran perempuan itu. Seseorang yang tak kalah cantik.
”Halo, Deb. Mana Si Tampan?” sapamu.

”Hai, Naya. Itu Adhitya sedang asyik dengan anak-anak lain,” balas perempuan itu, lalu bertanya dengan setengah berbisik,”Siapa tuh?”

”Oh, kenalkan, ini Debby. Deb, ini Bisik.”

”Bisik?” tukasnya sambil menyalamiku.

”Ya, teman baruku ini suka mendengar bisikan kue. Dia mengenal betul kue-kue di kafe ini.”

”Ah, terlalu dibesar-besarkan,” timpalku.

”Oke, silakan dilanjutkan. Mana Tjakra?”

”Sebentar lagi datang.”

Siapa Tjakra? Lelaki dengan kemeja biru tadi, apakah dia Tjakra? Apakah dia kekasihmu, Lolita? Ah, aku harus berpura-pura ke toilet sebentar. Lalu, kukejar Debby dan bertanya siapa Tjakra. Jangan sampai peluangku mendekatimu hilang hanya gara-gara seorang Tjakra, siapa pun dia.

”Bagaimana, kita jalan?” ajakku lagi.

”Maaf, aku harus mengambil pesanan.”

”Kau memesan kue di sini?”

”Ya. Black Forest. Jam tujuh ini jadi.”

*

Tak kusangka, bukan hanya meramaikan hatiku yang sudah lama sunyi, ternyata kau pula yang akan meramaikan kafe ini. Tidak cuma memesan sebuah kue besar, kau bahkan memesan ruangan di kafe ini. Untuk sebuah acara kecil, entah apa itu, jam tujuh ini. Aku tak peduli. Aku lebih penasaran pada Tjakra.

”Kau akan tahu sendiri nanti.”

”Maksudmu?”

”Tjakra pasti senang mengenalmu. Dia sangat suka kue. Seharusnya, dia sudah sampai di sini,” ucapmu sambil melirik arlojiku,”Nah, itu dia!”

Sontak aku berdiri, menatapmu. Menatap daun pintu kafe yang didorong dari luar. Menatap sosok yang baru saja datang. Ya, lelaki yang tadi. Lelaki setengah baya berkemeja biru dengan barisan gigi yang secemerlang gigimu, dan selarik senyum yang manis. Kau setengah berlari menyongsongnya.

Aku menyesal kita terlalu cepat akrab. Melihat adegan itu saja aku cemburu. Padahal, aku bukan siapa-siapa bagimu dan kau tidak mencium lelaki itu. Kalian hanya bertegur sapa dan saling memeluk pundak. Lalu, kau menarik pergelangannya menuju ke meja kita. Apakah dia Tjakra?

”Bisik, kenalkan, ini...” katamu.

”Halo, Tjakra,” sahutku langsung menyodorkan tangan.

”Oh, saya bukan Tjakra. Saya Lanang.”

Duh, mau ditaruh di mana muka ini! Kau malah menertawakanku. Lanang? Siapa lagi dia? Kalau kau tidak segera menyudahi gelakmu, aku akan bertanya sendiri kepada Lanang tentang siapa dia.

”Oh, maaf. Anda...” tanyaku sambil menunjuk ke arahmu, mencari kejelasan hubungan kalian.

”Kalian ngobrol saja dulu, ya. Biar aku yang menyusul Tjakra di luar,” potongmu.

Ah, sepeninggalmu, kami justru kehilangan kata-kata. Lanang mematik api. Setelah hisapan pertama dan asap mengudara, dia asyik memeriksa pesan di ponselnya. Mungkin karena aku menolak sigaret darinya, Lanang lantas malas berbasa-basi. Atau, mungkin dia mengira kita punya hubungan khusus.

Tapi, begitu kau datang lagi, kali ini aku benar-benar kehilangan kata-kata. Kau menggandeng seorang bocah laki-laki. Empat atau lima tahun, kira-kira umurnya. Kutemukan gurat yang sama dengan wajahmu di rautnya yang masih sangat polos. Anak manis, apakah kau yang bernama Tjakra?

”Halo, Om Bisik. Kenalkan, ini yang bernama Tjakra. Tjakra, ayo bersalaman,” ucapmu lembut.

Ya, Tuhan. Aku tertawa sendiri, menertawakan kebodohanku menyukaimu. Ternyata, kau seorang ibu muda, ibu dari anak tampan ini. Ternyata, aku salah mengartikan bisikan kue-kue di kafe ini. Kau memang bidadari, tapi buat anak ini, bukan buatku. Dan buat Lanang, suamimu tercinta.

”Halo, Tjakra. Om teman ibumu,” sapaku menyambut uluran tangan mungil Tjakra...

Tak kuduga, kau lagi-lagi menertawakanku. Apa yang keliru? Bahkan, Lanang pun ikut-ikutan tergelak. Aku cuma berusaha memperkenalkan diri. Aku jadi tak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. Lolita, kau harus menjelaskannya padaku. Siapa Tjakra, siapa Lanang? Belum pernah aku dipermainkan seperti ini.

”Makanya, jangan cuma mendengarkan bisikan kue! Dengarkan dulu aku. Ini Lanang, ayah Tjakra. Ini Tjakra, anak Lanang. Lanang, Tjakra, ini Bisik, teman baruku. Dia gemar mendengar bisikan kue,” paparmu sambil menahan senyum. Aku mendengar nada ejekan dari suaramu. Awas kau, Lolita!

”Lalu, kau?”

”Aku? Aku Nayara.”

”Bukan. Maksudku...”

”Oh, aku kakak Tjakra. Nah, hari ini Tjakra ulangtahun. Lanang ini suami kedua ibuku.”



Candra Malik

3 komentar:

  1. .♥/♥★ ★/♥\♥/█\♥★♥ ♥ (¯`v´¯) I Love U Thykae Widhiy's Blog Music♪♫ Volume: ▁ ▂ ▃ ▄ ▅ ▆ █ 100 %14 Agustus, 2012 00:22

    Hemm

    BalasHapus
  2. it ap sob? Hhe, it cerita yah...
    http://warkhozs.mywapblog.com/ps1-emulator-dan-game-nokia-symbian-s60v.xhtml

    BalasHapus
  3. @all...
    itu cuma cerpen yang berinti tentang sesuatu yang merupakan salah satu sifat manusia...
    yang suka membuat pertanyaan sendiri atau menebak-nebak yang akan terjadi, padahal manusia itu bukan Tuhan yang mengetahui apa yang akan terjadi...

    BalasHapus